Welcome to Ilyas' Site

Wednesday, March 30, 2011

Ujian Kepemimpinan SBY

Oleh Moh. Ilyas*

Beberapa hari terakhir, Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dihadapkan pada sejumlah permasalahan pelik, khususnya terkait isu yang melunturkan kepercayaan publik terhadap kepemimpinannya. Misalnya, soal gonjang-gonjing politik nasional seperti rencana dibentuknya panitia angket mafia pajak yang dianggap bakal mengganggu ketenangan kekuasaannya. Meskipun pada akhirnya rencana tersebut digagalkan di Sidang Paripurna, namun SBY belum “nyaman” seratus persen.

Ketidak-nyamanan tersebut disebabkan isu soal koalisi dan reshuffle kabinet yang cukup menyedot perhatian publik, di mana pertaruhannya adalah soal depak-mendapak partai koalisi dan merangkul partai yang sebelumnya oposisi. Tidak nyaman, karena SBY sudah “didesak” oleh partainya sendiri dan kembali dianggap peragu oleh banyak kalangan, sehingga muncul persepsi bahwa SBY tidak akan berani melakukan reshuffle terhadap kader dari Partai Golkar dan PKS, yang dalam beberapa kebijakan strategis dianggap melanggar aturan koalisi.

Hal tersebut sebenarnya bukan barang baru bagi SBY. Sebelumnya, misalnya pada 10 Januari lalu, sejumlah Tokoh Lintas Agama mengeluarkan “somasi kebohongan” terhadap Pemerintahannya. Somasi tersebut digulirkan dengan alasan Pemerintahan SBY telah melakukan kebohongan publik. Belum selesai isu tersebut, SBY kembali digoncang soal keluhannya mengenai gajinya yang sudah tujuh tahun tidak naik.

Tidak hanya itu, masalah seolah tak mau ujug-ujug pergi, masalah lainnya juga berdengung di telinga SBY, yakni persoalan penyebaran buku-buku serial dirinya yang tersebar di beberapa sekolah tingkat SMP dan SD di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Rupanya ujian demi ujian datang silih berganti. Kini Presiden SBY benar-benar dihadapkan pada “dunia nyata”, betapa permasalahan datang bertubi-tubi dan membutuhkan pengambilan keputusan dan tindakan yang cepat dan tepat. Tetapi, yang terjadi belum menunjuk ke sana. Bahkan, selain tiga masalah di atas, SBY juga kerap menuai kritik tajam mengenai banyaknya masalah mafia perpajakan, mafia hukum, dan skandal korupsi yang tak kunjung usai. Kritik tersebut bergulir karena SBY selalu berjanji akan berada di barisan terdepan dalam memberantas korupsi.

Untuk masalah pemberantasan kaum mafia misalnya, SBY dituntut “kerja ekstra”, karena kasus tersebut sudah merasuk ke akar-akar penegakan hukum di negeri ini. Persekongkolan para mafia telah memorak-porandakan tatanan dan sistem nilai yang diciptakan untuk pembangunan bangsa, dan fenomena ini sudah merambah ke beberapa instansi pemerintah, misalnya Polri, Kejaksaan Agung, dan Direktorat Perpajakan.

Belum lagi masalah ketenaga-kerjaan di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi maupun masalah penyebaran buku yang berkaitan dengan peran Kementerian Pendidikan Nasional yang, oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) diduga berpotensi korupsi karena menggunakan dana alokasi khusus (DAK). Di sinilah “suara lantang” SBY untuk memberantas korupsi dipertaruhkan. Ia didesak publik untuk tidak sekadar berretorika, tetapi betul-betul merealisasikan janji-janji dan retorikanya itu. Jika tidak, maka public trust (kepercayaan publik) dan market trust (kepercayaan pasar) akan hilang dengan sendirinya.

Bagi pemimpin, kepercayaan publik merupakan kunci tertinggi suksesnya kepemimpinanannya. Jika publik tidak percaya, maka apapun yang dikerjakan pemimpinnya seperti sia-sia belaka. Sebab, kepercayaan tidak saja menjadi motivasi, tetapi juga memiliki pengaruh kuat, bahkan salah satu penentu dalam perjalanan kepemimpinan. Bila kepercayaan ini tidak terobati dan tetap berupa ketidakpercayaan, sangat mungkin ia akan berubah menjadi teriakan revolusi untuk menumbang pemimpin yang berkuasa.

Oleh karenanya, memulihkan kepercayaan publik dan kepercayaan pasar adalah ujian utama bagi pemimpin mana pun yang memiliki otoritas dalam pemerintahan. Tidak saja mengandung konsekuensi politik, masalah kepercayaan publik tersebut juga akan menentukan besar kecilnya kepercayaan pasar terhadap kerja-kerja seorang pemimpin.

Menurut Sun Tzu, ahli strategi Cina, kalau sebuah negeri mampu membangun kekuatan pertahanannya dengan baik, maka musuh enggan untuk menyerang. Bila direfleksikan, bila pemerintah mampu mengatasi gelombang badai kompleksitas permasalahan yang dihadapi bangsa, kritik dan goyangan kalangan para politisi, tokoh agama, termasuk mahasiswa tidak akan menganjlokkan tingkat kepercayaan publik dan pasar.

Soal Komunikasi

Publik mengetahui, dalam soal kemampuan retorika, SBY tak diragukan lagi, apalagi pernah dibuktikan dengan penghargaan atau award berkaitan dengan kemampuan retorikanya. Namun, publik pun menyadari bahwa retorika SBY ada kalanya belum mampu menjadi komunikasi yang dikehendaki publik.

SBY juga mulai agak kesulitan dalam menghadapi gelombang badai permasalahan strategis yang melanda bangsa ini. Ia beberapa kali mengimbau kepada bawahannya agar segera menuntaskan masalah-masalah pelik bangsa. Namun, himbauan itu terkesan seperti himbauan kosong yang tak perlu direalisasikan. Lihat saja misalnya himbauan agar Kapolri, Jenderal Timor Pradopo segera menuntaskan kasus Mafia Pajak, Gayus Halomoan Tambunan. Saat itu, Timor berjanji akan menuntaskan dalam 10 hari, namun hingga saat ini, sudah hampir tiga bulan hasilnya belum juga tuntas.

Perihal komunikasi lainnya yang belum sepenuhnya tercapai adalah saat menanggapi pernyataan sikap para Tokoh Lintas Agama baru-baru ini. Komunikasi yang dilakukan SBY, sebagaimana diakui Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, masih hanya berupa retorika normatif dan tidak substantif, sehingga tidak menjadi solusi bagi persoalan bangsa.

Komunikasi SBY tersebut sudah barang tentu mengecewakan bagi kalangan yang menginginkan perubahan dan tak sekadar retorika. Dalam hal ini, komunikasi politik sekaligus komunikasi massa SBY masih perlu ditingkatkan lagi. Ini tidak lain tujuannya untuk menghindari gejolak politik dan menciptakan stabilitas politik hingga purna kepemimpinannya yang kedua pada 2014 mendatang.

Selain itu, tidak ada jalan lain, SBY harus menunjukkan kepada publik dan pasar bahwa tim kabinetnya solid dan kapabel agar kepercayaan pasar pulih. Hal ini penting mengingat sejak awal pembentukan kabinetnya lebih ditopang oleh share politik, bukan sebuah zakeen kabinet sebagaimana mestinya. Apalagi sejak awal kepemimpinannya yang kedua, banyak kapabilitas dan kualitas komunikasi jajaran kabinet yang dipertanyakan. Apabila hal ini tidak terjadi, kredibilitas pemerintahan SBY akan makin anjlok.

Tantangan lain Presiden SBY yang tak kalah beratnya adalah menciptakan citra bahwa dirinya, wakil presiden, dan para anggota kabinetnya betul-betul bekerja demi kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan pribadi atau kelompok masing-masing.

* Penulis adalah Pemerhati Sosial Politik dan Sekjen Bakornas LAPMI

No comments:

Post a Comment

Leburkan semua unek-unekmu tentang blog ini...!