Welcome to Ilyas' Site

Tuesday, November 30, 2010

Pergaulan Bebas dan Hilangnya Generasi Qurani

Oleh Moh Ilyas

Judul ini memadukan dua tema antara pergaulan bebas hari ini dan hilangnya generasi Qurani. Sepintas, perpaduan dua tema ini agak terasa janggal, karena antara keduanya, pada saat tertentu memang tak semestinya dipadukan.

Namun, penulis memiliki alasan sederhana, kenapa dua tema ini dipadukan, karena keduanya sama-sama bermuara pada moral. Pergaulan bebas yang mulai merambah ke bumi Indonesia sejak sekitar satu dekade terakhir, tak dapat dinafikan karena runtuhnya nilai-nilai moral. Remaja, khususnya, yang terjerembab ke wilayah ini sudah tak peduli arti moralitas di balik tindakan mereka.

Begitupun hilangnya generasi Qurani (baca: generasi yang masih kukuh dengan teks-teks Alquran dan nilai-nilai di dalamnya). Generasi Qurani, saat ini sangatlah minim. Bahkan, di kalangan masyarakat yang mengaku 90 persen berpenduduk muslim pun, kaum tua dan kalangan remajanya blepotan untuk membaca Alquran. "Bagaimana mengerti, kalau tahu saja tidak bisa," begitu kata bijak yang sudah lazim diungkapkan.

Dalam hal pergaulan bebas, layak kiranya menyebutkan temuan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) beberapa hari kemarin. Lembaga tersebut setelah melakukan penelitian terhadap remaja di empat kota besar menemukan hasil yang betul-betul mengejutkan. Bagaimana tidak, hampir separuh dari seluruh remaja di kota tersebut pernah melakukan hubungan seks di luar nikah.

Di Jabodetabek misalnya, BKKBN menemukan 50 persen remaja melakukan hubungan seks pra-nikah. Di Surabaya sebanyak 54 persen, di Medan 52 persen, dan di Bandung sebanyak 47 persen. Badan tersebut menilai, faktor tindakan ini disebabkan karena dekadensi moral yang begitu memengaruhi.

Hal ini sejalan dengan hilangnya generasi Qurani. Meskipun secara nasional belum diketahui angka statistiknya, namun di Jawa Barat menunjukkan angka yang sangat menyedihkan.

Menurut Guru Besar UIN Gunung Jati Bandung, Prof Dr Asep Saiful Muhtadi, hasil statistik di Jawa Barat menunjukkan, anak di usia Sekolah Dasar (SD) saja hanya sekitar 10 persen yang belajar Alquran. Padahal, usia yang paling bisa diharapkan untuk menimba ilmu agama, adalah di usia SD. Sebab, saat anak masuk usia SMP, apalagi SMA, kesempatan belajar agama pun, termasuk belajar membaca Alquran semakin kecil.

Meskipun penelitian ini hasil di Jawa Barat, namun kemungkinan besar juga terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Demikian ketika mengingat jumlah umat Islam di Jawa Barat yang mencapai hingga 90 persen. Logikanya, ketika wilayah yang berpenduduk hingga sebanyak itu saja seperti itu, apalagi yang di bawahnya.

Dikatakannya, kondisi tersebut juga diketahui dari banyaknya Jamaah Haji asal Jawa Barat yang hanya bisa membaca doa kalau menggunakan huruf latin. Jika untuk belajar membaca saja di usia SD hanya sekitar 10 persen, apalagi yang mau menghafalkan.

Perpaduan

Judul ini disatukan karena ada keterkaitan antara pergaulan bebas dan hilangnya semangat Qurani. Remaja ataupun pemuda, sangat mungkin melupakan kitab sucinya jika ia masuk dalam gerombolan pergaulan bebas.

Bagi mereka, tahu membaca Alquran mungkin masih terjadi. Tetapi memetik nilai-nilai dan mutiara agung dari Alquran sangatlah sulit terjadi. Sebab pergaulan bebas sarat dengan meninggalkannya. Artinya, jika seseorang masih menerapkan nilai-nilai Qurani dalam hidupnya, mustahil ia akan terperangkap dalam pergaulan bebas.

Barangkali bisa ditengok lebih jauh bagaimana peran remaja yang masuk pergaulan bebas dalam meruntuhkan nilai-nilai kitab suci mereka. Mereka tak sekadar menanggalkan baju Qurani, tetapi juga 'menodai'-nya. Dengan begitu, meskipun masih ada yang membaca Alquran - apalagi tidak ada - jika mereka tak menyentuh nilai-nilainya dalam pengamalan, maka sejatinya mereka sudah terhapus sebagai generasi Qurani.

Unisba Ciburial, Cimenyan, Bandung, 30/11/2010
Pukul 21.12 WIB

No comments:

Post a Comment

Leburkan semua unek-unekmu tentang blog ini...!