(Refleksi Perjalanan Kp Melayu-Kp Rambutan)
Mobil-mobil angkot itu menumpuk di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur. Tak kurang dari 100 angkot ngetem di tempat itu. Sementara para sopir tampak berebutan mengejar dan mencari penumpang.
Di Jalan Mayjen Sutoyo, sebelum Halte Busway BKN, sebuah mobil taksi melaju dengan kecepatan tinggi. Bahkan, di traffic light (TL), mobil itu hendak memaksa berbelok, padahal lampu belokan masih berwarna merah. Akibatnya, busway yang saya tumpangi nyaris membentur kepala mobil itu.
Di depan Terminal Kramat Jati, beberapa wajah pedagang terlihat sedih. Tak ada satupun pembeli yang menghampiri dagangan yang mereka jajakan. Begitupun para pedagang di pertokoan sepanjang Jalan Raya Bogor. Mereka tampak menunggu pembeli yang nyaris tak terlihat satupun.
Wajah-wajah mereka sebenarnya bukanlah wajah tanpa harapan. Mata mereka berbinar, tanda bahwa harapan itu masih begitu tinggi. Tekad hidup mereka sepertinya menjadi lintasan semangat yang tak menyulutkan langkah-langkah mereka untuk melanjutkan hidup secara ideal.
Begitupula dengan sopir-sopir angkot dan taksi itu. Mereka sejatinya takut akan rasa lelah, apalagi marabahaya. Tetapi rasa takut itu seperti mereka hapus sendiri dari lembaran kehidupan mereka, sebab will to life (baca: tekad hidup) yang mereka miliki tak dapat membendung rasa takut itu.
Tidak hanya di tempat itu saja, di depan RS Harapan Bunda, Kramat Jati, beberapa orang tampak keluar masuk silih berganti. Sebagian mereka ada yang terlihat hanya mengantarkan kerabat dekat atau teman sejawatnya. Ada pula yang datang berobat sendiri ke RS tersebut.
Sementara hampir di sepanjang jalan antara Kampung Melayu-Kramat Jati, kendaraan roda dua selalu berebutan. Mereka seperti dalam kontes motor (road race) yang merebut posisi terdepan. Hampir tak ada yang mau mengalah satu sama lain. Inilah gaya kompetisi di Ibu Kota.
Semua ini menjadi sesuatu yang menarik diamati, baik dengan cara pandang kehidupan Jakarta yang kompetitif maupun tingginya tekad hidup warga Ibu Kota. Sulit dipercaya, bahwa mereka melakukan semua itu hanya karena alasan yang tidak begitu berarti.
Saya menerjemahkan semua ini sebagai sikap ksatria mereka yang memiliki tekad hidup. Sikap pantang menyerah - seperti juga ditampilkan laga Final Timnas Indonesia melawan Malaysia di Gelora Bung Karno tadi malam - ini, tampak jelas merona di wajah mereka.
Mereka memaknai masa depan sebagai alat untuk bergerak dan berikhtiar. Tanpa keinginan untuk hidup lebih baik, bahkan ideal, sudah pasti mereka tak akan melakukan semua ini. Mungkin dalam pikiran mereka tertanam petuah Nabi, 'Bekerjalah untuk duniamu seakan kau hidup selamanya'. Sehingga semangat pantang menyerah itu sungguh luar biasa terjadi pada mereka.
Terminal Kp Rambutan, 30/12/2010
Pukul 10.35 WIB
No comments:
Post a Comment
Leburkan semua unek-unekmu tentang blog ini...!