Welcome to Ilyas' Site

Wednesday, July 21, 2010

Tindakan Asusila tak Bisa Dibalas Dengan Maaf?

Oleh:Moh. Ilyas


Baru-baru ini permintaan maaf cukup ramai mewarnai pemberitaan media massa, baik media cetak maupun elektronik. Ungkapan maaf paling populer adalah saat Luna Maya dan Cut Tari minta maaf. Popularitas maaf mereka tak lepas dari semakin populernya mereka pasca-beredarnya video panas mereka dengan artis tampan, Nazriel Ilham alias Ariel.

Namun permintaan maaf mereka masih sangat debatable. Sebab, mengubah paradigma dan dampak negatif video mereka bagi masyarakat Indonesia tak semudah membalikkan telapak tangan. Masyarakat, terutama kaum muda dan remaja sudah terlalu jauh melampaui apa yang dibayangkan pascaberedarnya video mesum mereka. Saat ini, mereka tidak hanya menonton, tetapi sudah jauh melangkah dan bahkan mencoba meniru adegan yang mereka praktekkan

Dari sinilah persoalan maaf artis papan atas menjadi seperti kurang berarti karena dampak yang diciptakan telah begitu mencederai adat ketimuran (east culture). Kaum remaja tampak tak terlalu hirau dengan maaf itu, pikiran mereka seperti sudah terkungkung dengan praktek-praktek layaknya suami-istri di saat mereka di usia dini.

Filosofi Maaf

Minta maaf tidak dapat dipahami hanya dengan rangkaian kata secara lisan ataupun secara tulisan. Ia juga tak cukup diterjemahkan dengan wujud linangan air mata. Sebab, sesuatu yang jasadiyah dapat saja dipermainkan dan masih membuka ruang kemungkinan adanya rekayasa dan ketidakjujuran diri.

Sebagai sebuah terma tunggal, kata maaf tetap mengandung makna yang utuh. Ia tidak dapat berdiri sendiri karena secara essensial ia melingkupi segenap kepribadian manusia, baik secara fisik maupun secara mental. Artinya, maaf seseorang akan menjadi bermakna, jika disertai dengan ketulusan hati dan keinginan besar untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya.

Pemahaman tersebut sengaja penulis analogkan dengan makna taubat dalam Islam. Alasannya, keduanya sama-sama diungkapkan dengan wujud rasa sesal atas sebuah perbuatan. Sehingga apabila ungkapan seseorang hanya dalam lisan saja atau tidak tulus untuk betul-betul berhenti dari kesalahan, maka dengan sendirinya maaf mereka menjadi gugur. Inilah kontekstualisasi makna taubat dalam firman Tuhan, 'Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang baik'.

Maaf Sosial

Seperti diberitakan berbagai media, tiga artis yang lagi ‘ngetren’ mengguncang Indonesia lewat adegan video porno. Kedua dari mereka, yakni Cut Tari dan Luna Maya telah mengucapkan kalimat maaf kepada masyarakat Indonesia melalui konferensi pers. Pertanyaannya sekarang, cukupkah maaf itu menutup imbas video mereka terhadap masyarakat?

Dalam kajian sosiologis, maaf mereka menjadi perlu diperbincangkan karena menyangkut pribadi mereka dengan sosialnya. Barangkali – pengandaian penulis – masyarakat kita tidak sulit memberikan maaf. Hanya saja, mereka akan berpikir, 'maaf sah-sah saja, tapi apakah dampak yang sudah terlalu menyebar bisa ditarik kembali?'
Dengan kata lain, maaf sosial memerlukan kesamaan dan persamaan dengan realitas yang ada. Ketika realitas sosial yang ada itu masih menandai adanya beban-beban sosial sebagai dampak dari tindakan seseorang, maka orang tersebut tidak mudah mendapatkan maaf sosial. Demikian itu menjadi semacam pameo lazim dalam alam kosmos ini.

Hal tersebut jauh berbeda dengan maaf vertikal, yakni permintaan maaf seorang manusia terhadap Tuhannya. Dalam konteks vertikal, permintaan maaf lebih mudah. Sebab, Tuhan, dengan segenap kemurahan hati-Nya akan mengampuni kesalahan-kesalahan hamba-Nya. Bagi Dia, kesalahan yang tidak akan diampuni hanya jika seorang hamba menyekutukan eksistensi-Nya Yang Maha Tunggal (syirik).

Meski demikian, minta maaf tetap jauh lebih baik daripada tidak minta maaf. Ia mewujud sebagai refleksi kerendahan hati seseorang. Karenanya, ia menuntun seseorang pada kekuatan, bukan kelemahan.John McCloy, seorang anggota Angkatan Laut Amerika yang telah dua kali menerima medali kehormatan, mengatakan, "Mengakui kesalahan dan melakukan perubahan atas kesalahan adalah bentuk tertinggi dari penghormatan pada diri sendiri".

Kendati demikian, McCloy tampak tetap ingin menekankan pada aspek substansi. Artinya, maaf yang ia maksud adalah maaf yang mengedepankan inti terdalam serta nilai-nilai, bukan hanya sekedar lontaran kata yang mudah dilupakan dan orang tersebut segera kembali melakukan apa yang dimintakan maaf pada orang lain. Jika begitu, maka maafnya akan segera hilang tanpa arti.

Tentu saja masyarakat Indonesia tidak menginginkan kata maaf yang dilontarkan Cut Tari dan Luna Maya ke dalam jenis maaf yang tidak berarti itu. Masyarakat kita bisa dikatakan sangat elegan terhadap sebuah fenomena-fenomena fatal sekalipun. Meskipun awalnya melontarkan hujatan-hujatan, tapi lambat laun hujatan tersebut akan mengendor, hingga pada akhirnya akan menghilang. Inilah seberkas tradisi positif masyarakat kita yang masih tersisa.

No comments:

Post a Comment

Leburkan semua unek-unekmu tentang blog ini...!