Oleh: Moh. Ilyas
“Menjadi wartawan adalah profesi yang penuh tantangan,” begitulah gambaran beberapa kawan yang pernah “makan garam” dunia kewartawanan. Perjuangannya dalam menguak kebenaran berdasarkan fakta adalah sesuatu yang patut diapresiasi. Bahkan, tidak sedikit wartawan yang rela bertarung melawan maut hanya demi mendapatkan “sepercik” fakta demi mengungkap kebenaran.
Menemukan nama-nama harum sosok mereka tidaklah sulit. Sebut saja Syafruddin, wartawan harian Bernas, Yogyakarta. Udin – sapaan akrabnya – harus kehilangan nyawa hanya demi sepercik fakta kebenaran yang harus dia ungkap kepada publik. Tidak hanya di Indonesia. Di negara yang sering terjadi konflik, profesi wartawan kian menjadi profesi yang mengkhawatirkan. Seperti di Irak, Afganistan, dan lain sebagainya. Irak, mungkin tepat dikatakan sebagai wilayah kematian terbesar bagi para wartawan pada tahun 2007. Menurut survey The International News Safety Institute. Lembaga yang bermarkas di Brussel, Belgia itu menyebutkan bahwa ada 77 orang wartawan yang meninggal dalam separuh tahun 2007. Mereka meninggal saat meliput berbagai berita di negara yang kini kacau balau oleh pendudukan pasukan asing dan konflik etnik itu. (www.eramuslim.com. 30/6/2007)
Selain itu, alasan menjadi wartawan selain merupakan ”rumah” menempa diri dan memupuk diri menjadi seorang penulis juga efektif untuk membangun kapasitas penguasaan terhadap informasi. Hal ini penting, mengingat informasi adalah modal besar untuk menguasai kehidupan. Ziauddin Sardar pernah mengatakan, ”the new source of power is not money in the hand of a few, but informasion in the hand of many.”
Tidak hanya itu, profesi wartawan adalah profesi yang sangat dekat dengan rakyat. Dalam artian, rakyat tidak perlu susah-susah menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. Wartawan melalui medianya bisa memediasi secara langsung aspirasi rakyat kepada pemerintah. Dan ini sangat efektif. Karenanya, fungsi informasi yang mereka emban adalah demi kepentingan rakyat jua. Wajar bila sebuah adagium populer menggambarkan profesi wartawan ”sejengkal di atas gembel, sejengkal di bawah presiden.”
Alasan-alasan inilah yang menjadi landasan berfikir saya, kenapa saya memilih profesi menjadi wartawan.
No comments:
Post a Comment
Leburkan semua unek-unekmu tentang blog ini...!