Welcome to Ilyas' Site

Friday, September 4, 2009

Dari Gempa Menuju Taubat Nasional

Saat saya dan para peserta tengah konsentrasi mendengarkan sambutan Menko Kesra, Aburizal Bakrie Rabu lalu (02/9/2009) dalam acara Sarasehan Nasional Inovasi Usaha dan Keuangan Mikro dan peluncuran buku Dr. B.S Kusmuljono (ketua Komnas PKMI) yang bertempat di auditorium Andhiyana, Wisma Antara lantai 2 Jakarta. Tiba-tiba saya dan semua peserta kaget karena semua yang ada dalam gedung bergoyang. “gempa, gempa” teriak beberapa orang yang sadar akan adanya gempa. Apalagi di tengah-tengah teriakannya, terdengar juga suara seperti suara gedung yang hendak retak. Spontan, Pak menteri langsung menghentikan sambutannya. Kemudian dia, saya dan semua peserta, serta karyawan-karyawan gedung terhanyut dalam kepanikan massal sembari berlari dalam desakan keluar gedung. Terdengar teriakan histeris, ingat hidup dan mati, ada yang keluar sambil komat-kamit baca istighfar, shalawat dan bacaan-bacaan lainnya, dan saya masih ingat teriakan salah seorang, “apa kita mau sombong, wong disentuh sedikit aja oleh Tuhan sudah ketakutan begini”.
Goncangan gempa yang tak lama diketahui berkekuatan 7,3 SR berasal dari Tasikmalaya dan goncangannya juga sampai ke Bali dan Sumatera ternyata tidak hanya terjadi di gedung itu saja. Hampir seluruh Jakarta, terlebih gedung-gedung pencakar langit di kawasan niaga Sudirman dan Mega Kuningan terkena goncangan itu. Hingga malam harinya sekitar jam 23.30 Wib Seperti diberitakan Kompas (03/9) diketahui jumlah korban tewas mencapai 39 orang di lima wilayah kota dan kabupaten di Jawa Barat. 57 warga dua desa di kabupaten Cianjur Selatan terkubur reruntuhan rumah akibat diterjang longsoran tebing akibat gempa. Tercatat pula, 1.200-an rumah rusak. Yang amat disayangkan sirene peringatan gempa dan tsunami yang dipasang di pinggir pantai Pangandaran maupun pesisir selatan Tasikmalaya, Sukabumi, bahkan di pantai teluk Penyu, Cilacap, Jawa Tengah ternyata tidak berbunyi. Penduduk melaporkan, peralatan itu sebagian dicuri orang. Penyebab kedua, goncangan gempa telah memutus aliran listrik sehingga alat tersebut tidak berfungsi.
Kejadian gempa yang saya alami di atas perlahan-lahan menyiratkan tanda tanya tersendiri dalam benak saya, kenapa gempa di negeri kita terus terjadi? Apa yang salah dari negeri ini? Apakah buminya yang sudah betul-betul labil, sehingga kerak bumi bergeser? Atau apakah karena tanahnya digerus atau hutannya yang rindang ditebang oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab? atau apakah karena penghuni negeri ini sudah jauh dari nilai-nilai ajaran agamanya?
Menjawab soal-soal ini di tengah hiruk-pikuk kompleksitas persoalan yang mendera negeri ini tidaklah mudah. Berbagai sisi harus diperhatikan secara seksama, apakah salah satu dari pertanyaan itu benar adanya, atau jangan-jangan semua pertanyaan itu memang benar? Melacak jawaban ini sekilas akan kita temukan titik-titik benar pertanyaan-pertanyaan di atas. Di mana bumi kita digerus, pepohonan yang diharapkan dapat menghindari longsor terutama ketika gempa ditebang, sampah-sampah pabrik dan perusahaan dibuang ke laut, dan seterusnya. Selain itu, menelisik moral bangsa kita dari berbagai sisi sudah sangat jauh dari nilai-nilai agama. Kasus-kasus zina, pemerkosaan, korupsi, perampokan, penipuan, terorisme dan kekerasan, pencegalan dan lain sebagainya sudah betul-betul membumi.
Kasus korupsi misalnya, hampir setiap hari kita menonton kasus-kasus korupsi yang terjadi tidak hanya di lingkaran elit kekuasan di tingkat pusat, tetapi hingga ke daerah bahkan ke tingkat desa. Kasus terorisme yang diwarnai dengan pengeboman dan kekerasan seperti di Jakarta baru-baru ini dan yang terbaru adalah pengeboman terbaru di Poso. Kasus perzinaan tidak hanya terjadi di klub-klub malam yang tertutup di kota-kota besar, tetapi di tempat-tempat terbukapun sudah bukan rahasia lagi. Pelakunya pun sudah meningkat hingga ke bocah-bocah usia dini di sekolah tingkat pertama (SMP), bahkan hingga tingkat dasar (SD). Belum lagi jika kita mencoba “jujur” dan terbuka dengan kasus-kasus lainnya yang sebenarnya sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran agama.

Reposisi Makna Taubat
Kata taubat berasal dari bahasa Arab dan mashdar dari kata taaba – yatuubu – taubatan yang bermakna ‘aada, yang berarti kembali. Artinya, kembali dari jalan yang tidak benar menuju jalan yang benar. Kembali dari tradisi melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dari nilai-nilai agama menuju pada tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama. Singkatnya, taubat berarti kembali ke hal-hal yang positif.
Dalam bahasa agama, taubat direfleksikan dengan pernyataan maaf (istighfar) seorang hamba (manusia) kepada Tuhannya dan sekaligus berjanji kepada-Nya untuk tidak mengulangi kembali perbuatan buruknya.
Dalam konteks gempa, jika perbuatan manusia yang menjadi penyebab gempa itu, maka ia harus siap berhenti dan tidak mengulanginya kembali. Dengan kata lain, setelah kita semua (secara nasional) bertaubat, tidak boleh ada lagi yang namanya penggerusan bumi secara sembarangan, penebangan hutan secara liar, aksi-aksi kekerasan dan terorisme, penipuan, korupsi, perzinaan, pemerkosaan, dan perbuatan-perbuatan kotor lainnya di negeri ini. Sehingga negeri ini bisa terbebas dari azab (siksa) Tuhan. Taubat nasional inilah yang barangkali bisa menjadi media penyelamatan bangsa ini dari keterpurukan yang berkepanjangan.
Kalaupun setelah kita taubat dan mereevaluasi diri masih ada kejadian-kejadian semacam gempa dan lainnya, kita juga bisa memaknainya sebagai ujian dan cobaan dari-Nya untuk mengetahui sejauh mana kualitas seorang hamba di hadapan-Nya, tentunya dilihat dari tingkat kesabaran hamba itu sendiri. Sebab, sebagaimana janji Tuhan (QS. 2: 155-156) bahwasanya Dia akan menguji hamba-Nya dengan rasa takut, rasa lapar, dan kemiskinan dari harta, jiwa dan buah-buahan. Berbahagialah orang-orang yang sabar, yakni orang-orang yang apabila datang musibah kepada mereka, mereka berserah diri kepada-Nya dan menyerahkan diri mereka serta semua apa yang mereka miliki kepada-Nya. Mereka mengatakan Inna Lillahi Wa Innaa Ilaihi Raaji’un.

* Penulis adalah Peneliti pada Social and Islamic Studies (CIS) Jakarta.

No comments:

Post a Comment

Leburkan semua unek-unekmu tentang blog ini...!